Friday, October 27, 2017

STUDI TEKNOLOGI PROSES BARU UNTUK BIJIH OKSIDA SENG KADAR RENDAH JENIS REFRAKTORI

Studi ini dilakukan oleh China mengingat China adalah negara terbesar dalam produksi dan juga konsumen timbal dan seng. Untuk mengatasi kekurangan logam ini, akan sangat menguntungkan jka bisa memanfaatkan bijih seng oksida kadar rendah. Bijih seng oksida kadar rendah dengan kandungan Zn lebih sedikit dari 10% sulit untuk pada pemrosesan mineral, biaya pemrosesan yang tinggi, rasio pemanfaatan yang rendah dan limbah buangan yang serius dihasilkan. Perolehan seng hanya sekitar 50% hingga 60%.  Studi ini dilakukan dengan menggabungkan secara andal pemrosesan mineral dan teknik hidrometalurgi untuk memperolah Zn dari sampel bijih seng oksida kadar rendah jenis batu kapur (limestone). Kadar Zn di dalam sampel adalah 6% yang berukuran lebih  kecil dari 2 mm hasil dari proses jaw crusher, double-roll crusher dan vibration screen.
Hasil analisis kimia komposisi bijih:
Analisis Fasa Zn di dalam bijih adalah sebagai berikut:
Dilakukan 2 jenis skema pemrosesan untuk dibandingkan kemudian hasilnya. Skema tersebut adalah sebagai berikut:
Produksi konsentrat pemrosesan mineral dilakukan dengan mesin sel flotasi model XFD dengan volume sel 8L dan perputaran axisnya 1410r/menit.
Reagen flotasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
SKEMA I
-Proses flotasi ruahan Pb-S dengan menggunakan reagen 300g/t natrium karbonat; 300g/t seng sulfat; 60g/t eter  xantat; 20g/t minyak pinus;
- Proses flotasi Zn Sulfida dengan menggunakan reagen 300g/t natrium karbonat; 500g/t tembaga sulfat; 60g/t of butil xantat; 20g/t minyak pinus;
-Proses  flotasi PbO
(1) PbO rougher dengan menggunakan reagen 100g/t natrium heksametafosfat; 150g/t larutan natrium silikat; 150g/t  BD1 (dikembangkan oleh BGRIMM); 2400g/t natrium sulfida; 150g/t butil xantat; 150g/t BK-426(dikembangkan oleh BGRIMM); 60g/t minyak pinus;
(2) PbO cleaner dengan menggunakan reagen 100g/t natrium heksametafosfat; 100g/ larutan natrium silikat; 200g/t natrium sulfida; 75g/t butilxantat; 60g/t BK-426; 20g/t minyak pinus;
- Proses Flotasi ZnO flotation:
(1) ZnO rougher dengan menggunakan reagen 1400g/t natrium heksametafosfat; 500g/t natrium karbonat; 6000g/t natrium sulfida; 225g/t BK-428(dikembangkan oleh BGRIMM);
(2) ZnO cleaner dengan menggunakan reagen 100g/t natrium heksametafosfat; 50g/t BK-428;
(3) ZnO scavenger dengan menggunakan reagen 1000g/t natrium sulfida; 75g/t BK-428;
(4) ZnO middlings cleaner dengan menggunakan reagen 100g/t natrium heksametafosfat; 50g/t BK-428;

SKEMA II
- Flotasi ruahan sulfida dengan menggunakan reagen 300g/t natrium karbonat; 500g/t tembaga sulfat; 80g/t butil xantat; 25g/t minyak pinus;
- Flotasi ZnO
(1) ZnO rougher I+II dengan menggunakan reagen 1200+200g/t natrium heksametafosfat; 500g/t natrium karbonat; 6000+1000g/t natrium sulfida; 225+75g/t BK-428;
(2) ZnO cleaner dengan menggunakan reagen 100g/t natrium heksametafosfat; 50g/t BK-428;

Perlakuan metalurgi meliputi pelindian dengan pengadukan  (agitation leaching) dalam asam sulfat (pelindian netral + pelindan asam) proses ekstraksi dan proses elektrowinning. Pelindian netral: Temperatur pelindian: 30-40°C; waktu pelindian: 1 jam; rasio L/S: 3-4:1; pH pelindian: 5.2-5.4. Pelindian asam: Temperatur pelindian: 80-85°C; waktu pelindian: 1jam; rasio L/S: 2-3:1; pH pelindian: 1.0-1.5 Uji pelindian dilakukan pada konsentrat ZnO di dalam beaker 500 mL. Hasil pelindian berupa larutan hasil pelindian dan residu hasil pelindian, yang keduanya dipisahkan dengan Buchner funnel dan selanjutnya masing-masing dianalisis kandungannya. Larutan hasil pelindian kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi pelarut (solvent extraction) dengan menggunakan Kang oscillator. Parameter ekstraksi adalah sebagai berikut: Cairan umpan: Zn 25-30g/L, pH=5.2-5.5; fasa organik: 30-50%P204+260# kerosene. Urutan reaksinya : tahap ekstraksi: 3; tahap scrubbing: 3; tahap stripping: 2; tahap penghilangan Fe: 1; tahap penghilangan klorin: 1. Rasio O/A: tahap ekstraksi : 2-3:1; tahap scrubbing: 8-10:1; tahap stripping: 2-4:1; tahap penghilangan Fe: sirkulasi internal; tahap penghilangan klorin: sirkulasi internal. Bahan Scrubbing: 10-20g/l asam sulfat terencerkan; bahan stripping: larutan elektrolit bekas (Zn 30-50g/l, H2SO4 130-140g/l); bahan penghilangan Fe: 6mol HCl (sirkulasi internal, Fe diekstraksi dengan N235 pada beberapa kali dan diperbaharui asam klorida baru); bahan penghilangan klorin: 5g/l H2SO4 (sirkulasi internal, dinetralisasi dan dibuang dalam jumlah tertentu); Setelah dipisahkan antara fasa larutan dan fasa organik, keduanya selanjutnya dianalisis kandungannya. Proses elektrowinning dilakukan dengan sel elektrolisis plexiglass yang disuplai dengan arus searah melalui pengatur arus WL-30III model DC. Anoda sel elektrolisis adalah Pb-Ag-Ca-Sr paduan kuaterner  dan katodenya adalah aluminium.

Hasil pemrosesan skema I:


Perlakuan pemrosesan mineral konsentrat seng oksida pada skema I , perolehan Zn dan komsumsi asam dar konsentrat ZnO menurun seiring dengan peningkatan kandungan Zn pada konsentrat ZnO. Ketika kandungan Zn pada konsentrat ZnO meningkat dari 15% menjad 25%, keseluruhan perolehan Zn menurun dari 81.67% menjadi 70.69%, sedangkan konsumsi konsentrat ZnO menurun dari 5093.50kg H2SO4/tZn menjadi 3280.75kg H2SO4/tZn.
Perlakuan pemrosesan mineral konsentrat seng oksida pada skema II, keseluruhan perolehan Zn adalah 80.95%, dan konsumsi asam konsentrat ZnO sama dengan 2756.44 kg H2SO4/tZn.
 Secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan keseluruhan perolehan Zn, konsumsi asam dan biaya pemrosesan mineral, menunjukkan bahwa dengan menggunakan skema  yang mengkombinasikan pemrosesan mineral dan metalurgi, yakni penggerusan sebelum klasfikasi— flotasi ruahan sulfida— pemisahan secara magnetik Zn-bearing limonite— flotasi mineral seng oksida— hidrometalurgi konsentrat mineral seng oksida (pelindian asam sulfat + ekstraksi + elektrowinning), dapat lebih efektif dan ekonomis memperoleh logam seng dari bijih seng oksida kadar rendah. Hal ini karena terdapat sejumlah mineral lempung (clay mineral) yang berlendir (ease-to-slime) dan limonit di dalam bijih, semakin lama proses flotasi, maka akan semakin cenderung terkontaminasi dan diselimuti oleh lapisan film  lendir pada permukaan bagian mineral seng, dan menyebabkan kemempuan pengapuangan yang rendah dan konsumsi reagen yang meningkat.
Sehingga skema yang disarankan adalah sebagai berikut:


Tulisan ini review dari tulisan ilmiah:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187802961600027X

Saturday, October 21, 2017

Cold Rolling (Pengerolan Dingin) vs Hot Rolling (Pengerolan Panas)

Berikut adalah yang membedakan proses pengerolan dingin (Cold Rolling) dan pengerolan panas (Hot Rolling)

Cold Rolling:
1. Proses untuk menghasilkan lembaran dan strip yang memiliki kualitas permukaan akhir yang lebih baik dan kesalahan dimensional yang lebih kecil
2. Proses ini dianggap sebagaipersoalan regangan bidang
3. Bahan baku berupa koil hasil pengerolan panas yang dibersihkan dengan asam hasil mesin strip-panas kontinu
4. Deformasi yang terjadi bersifat homogen
5. Koefesien gesekan bernilai tetap untuk semua titik pada lengkungan kontak. Nilai koefesien gesekan bervariasi dari 0.05-0.1

Hot Rolling
1. Proses untuk mereduksi ukuran ketebalan
2. Terjadi Proses pelunakan
3. Bahan baku berupa slab hasil steelmaking yang didahului oleh proses reheating
4. Deformasi yang terjadi tidak bersifat homogen
5. Koefesien gesekan tidak terdefinisi secara tepat, nilai koefesien gesekan > 0.2

Wednesday, October 11, 2017

Proses Pengolahan Emas

Meskipun proses baru banyak yang sedang diusulkan, tidak terdapat perubahan yang begitu signifikan dalam teknik metalurgi untuk ekstraksi emas sejak diperkenalkannya proses sianida (Leaching sianida atau sianidasi) oleh McArthur dan Forrester pada tahun 1887 [2]. Diagram alir dasar untuk recovery emas dari bijih ditunjukkan pada Gambar 1.

Tuesday, August 27, 2013

Besi-Baja

Besi dalam bentuk senyawanya Fe2O3 (hematite), Fe2O3.H2O (limonit), Fe3O4 (magnetic), FeCO3(siderite), dan FeS2 (pirit).
Elemen berikut ini selalu ada dalam baja: karbon,mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi.Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).
Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi.mampu menjalani reaksi-reaksi kimia seperti reaksi SUBSTITUSI (pergantian), reaksi ADISI  (penambahan), reaksi ELIMINASI (pengurangan). CARBON pada baja adalah sebagai LEM  atau zat perekat dan mempunyai sifat cukup TAHAN GESEK terhadap benda atrasip ( tanah  yang berpasir dan tidak mengandung silicon ). 
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon ( C ) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon (C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron).
 Iron diekstraksi dari bijih besi dengan menghilangkan atom oksigen dan kemudian menggabungkannya kembali dengan atom lain seperti karbon. Proses ini disebut smelting.

Besi berdasarkan kadar carbonnya:
1. Besi Tuang, yaitu besi yang dihasilkan dari tanur tinggi. Sifat besi tuang antara lain:
a. Mengandung 3%-6% karbon serta sejumlah kecil silicon, mangan , fosfor, dan belerang.
b. Sangat keras tetapi rapuh.
c. Tidak dapat ditempa
d. Titik leleh rendah.
Berdasarkan sifat ini, besi tuang mudah digunakan pada alat-alat yang dibuat dengan 
cetakan, seperti kaki mesin jahit, setrika, lumpang besi , dan sebagainya. Karena titik lelehnya 
rendah maka mudah dicairkan dan dituangkan ke dalam cetakan.
2. Besi Baja
Sifat besi baja antara lain:35
Page 
| 35
a. mengandung 0.02%-1.5% karbon.
b. keras tetapi dapat ditempa
c. tahan korosi
3. Besi tempa
Sifat besi tempa, antara lain:
a. mengandung kurang dari 0.5% karbon.
b. kurang keras dan mudah ditempa.
Jenis besi ini banyak digunakan sebagai bahan baku untuk produk paku, kawat, besi beton, dan sebagainya.

Besi dihasilkan dari oksida besi (Fe2O3), melalui reaksi reduksi dengan karbon monoksida pada suhu relatif tinggi (>15000C). Reduksi berlangsung beberapa tahap, dan reaksi yang terlibat bersifat reversible, di mana kesetimbangan bergantung pada tekanan relatif dari CO dan CO2 dalam tanur tinggi.

Proses Pengolahan Besi

Secara umum proses pengolahan besi dari bijihnya dapat berlangsung dengan urutan sebagai berikut:
a.Bahan – bahan dimasukkan ke dalam tanur melalui bagian puncak tanur.
Bahan – bahan ini berupa:
1.)Bahan utama yaitu bijih besi yang berupa hematit (Fe2O3 ) yang bercampur dengan pasir (SiO2) dan oksida – oksida asam yang lain (P2O5 dan Al2O3). Batuan – batuan ini yang akan direduksi.
2.)Bahan – bahan pereduksi yang berupa kokas (karbon).
3.)Bahan tambahan yang berupa batu kapur (CaCO3) yang berfungsi untuk mengikat zat – zat pengotor.
b.Udara panas dimasukkan di bagian bawah tanur sehingga menyebabkan kokas terbakar.
C(s) + O2(g) CO2(g) DH = - 394 kJ
Reaksi ini sangat eksoterm (menghasilkan panas), akibatnya panas yang dibebaskan akan menaikkan suhu bagian bawah tanur sampai mencapai 1.900o C.
c.Gas CO2 yang terbentu kekmudian naik melalui lapisan kokas yang panas dan bereaksi dengannya lagi membentuk gas CO.
CO2(g) + C(s) 2 CO(g) DH = +173 kJ
Reaksi kali ini berjalan endoterm (memerlukan panas) sehingga suhu tanur pada bagian itu menjadi sekitar 1.300o C.
d.Gas CO yang terbentuk dan kokas yang ada siap mereduksi bijih besi (Fe2O3). Reuksi ini dapat berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu:
1.)Pada bagian atas tanur, Fe2O3 direduksi menjadi Fe3O4 pada suhu 500o C.
3 Fe2O3(s) + CO(g) 2 Fe3O4(s) + CO2(g)
2.)Pada bagian yang lebih rendah, Fe3O4 yang terbentuk akan direduksi menjadi FeO pada suhu 850o C.
Fe3O4(s) + CO(g) 3 FeO(s) + CO2(g)
3.)Pada bagian yang lebih bawah lagi, FeO yang terbentuk akan direduksi menjadi logam besi pada suhu 1.000o C.
FeO(s) + CO(g) 
 Fe(l) + CO2(g)
e.Besi cair yang terbentuk akan mengalir ke bawah dan mengalir di dasar tanur.
f.Sementara itu, di bagian tengah tanur yang bersuhu tinggi menyebabkan batu kapur terurai menurut reaksi:
CaCO3(s)
  CaO(s) + CO2(g)
g.Kemudian di dasar tanur CaO akan bereaksi dengan pengotor dan membentuk terak (slag) yang berupa cairan kental. Reaksinya sebagai berikut:
CaO(s) + SiO2(s) 
CaSiO3(l)
3 CaO(s) + P2O5(g)
  Ca3(PO4)2(l)
CaO(s) + Al2O3(g)
  Ca(AlO2)2(l)
h.Selanjutnya, besi cair turun ke dasar tanur sedangkan terak (slag) yang memiliki massa jenis lebih rendah daripaba besi cair akan mengapung di permukaan dan keluar pada saluran tersendiri.


Pyrometallurgy

Mitsubishi Proses di Gresik dengan 3 furnace yaitu: Pada Smelting furnace, yang dimasukkan adalah konsentrat kering, flux berupa pasir silikat, batubara, slag hasil converting furnace dan recycling dust. Semuanya dimasukkan dengan sistem pneumatic conveying. Konsentrat dengan komposisi Cu: 30%, S: 30%, Fe: 25%, Gangue minerals 15% akan dimasukkan kedalamnya melalui apa yang disebut lance pipe. Lance pipe ini berguna pula untuk memberikan semacam aliran kuat yang mengakibatkan molten metal akan seperti teraduk secara alamiah. Pada proses di smelting furnace, konsentrat tadi akan teroksidasi dan melting dengan reaksi eksotermik. Reaksi eksotermik akan menghasilkan panas nantinya akan dikumpulkan dan akan dijual dalam bentuk uap.  Molten metal yang masih tercampur dengan slag akan di transfer ke furnace selanjutnya, yaitu Slag Cleaning furnace.
Proses pada Slag Cleaning furnace adalah molten metal berisi matte dan slag ditransfer dari Smelting furnace melalui launder akan dipanaskan oleh dua buah set elektroda. Dengan proses yang terjadi, maka matte yang disana mengandung Cu sebanyak 68% akan terpisah dengan slag dengan memanfaatkan prinsip perbedaan berat jenis. Slag akan overflow,  kemudian akan dikirrim ke industri semen sebagai bahan campuran pembuatan semen. Sedangkan matte akan berlanjut ke converting furnace melalui launder.
Ada hal yang perlu diperhatikan di slag cleaning furnace, yaitu kita harus menjaga agar tidak terbentuknya Fe3O4. Terbentuknya Fe3O4 akan mengakibatkan terbentuknya lapisan diantara slag dengan matte. Lapisan Fe3O4 mengakibatkan matte tidak dapat terpisah menjadi underflow. sehingga  molten metal yang berasal dari Smelting furnace akan ikut terbuang akibat adanya lapisan itu. Pada Converting furnace, matte yang dialirkan melalui launder dari slag cleaning furnace akan dicampur dengan limestone dan slag hasil converting furnace akan direaksikan dengan udara yang kaya oksigen. Dari hasil reaksi itu akan menghasilkan blister copper dengan kandungan 98.5% Cu dan slag yang mengandung 14% Cu. Blister copper akan terpisah berdasarkan prinsip perbedaan berat jenis. Blister copper akan diteruskan ke anode furnace dengan mengunakan system switching launder. Dan slag akan dikembalikan ke proses smelting furnace untuk diolah kembali.
Pada proses smelting, concentrate yang dimasukkan adalah konsentrat kering. Untuk membuat konsentrat kering, pada PT. Smelting Gresik terdapat Concentrat dryer, dimana medianya juga ada yang berasal dari hasi lain proses pengolahan seperti hot air hasil dari acid plant, dan gas buangan darianode furnace. Keduanya ditambah oleh natural gas sebagai media untuk mengeringkan konsentrat. Pada concentrate dryer terdapat bag filter yang fungsinya untuk menangkap dust yang nantinya berguna untuk proses pengolahan di smelting furnace.
Kemudian, slag-slag yang dihasilkan juga tidak dibuang begitu saja, pada proses mitshubishi, ada 2 kali proses yang menghasilkan slag, yaitu Slag cleaning furnace dan Converting furnace. Keduanya keluar dengan cara overflow akibat perbedaan berat jenis. dan setelah keluar dari furnace, keduanya akan diproses granulasi di slag granulation. Dan nantinya slag dari smelting furnace akan di kirim ke industri semen, sedangkan slag converting furnace  akan diolah kembali di smelting furnace.
Proses pada anode furnace, dimana  material input berupa blister copper yang ditransfer menggunakan launder yang switching. Pada anode furnace, proses yang terjadi pada blister adalah oksidasi dan reduksi. Proses ini bertujuan agar terproduksi refinery copper yang akan siap di casting pada proses selanjutnya. Proses oksidasi terjadi dengan meniup udara dan oksigen pada furnace ini dan bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur hingga 0.05%, sedangkan proses reduksinya dengan cara meniupkan agen pereduksi adalah bertujuan untuk mengurangi kadar oksigen sampai angka 0.15%.
Dengan banyaknya proses diatas yang menghasilkan gas, maka PT. Smelting Gresik memiliki pengolahan gas hasil dari pengolahan logam. Pada smelting dan converting furnace, ada beberapa pengolahan gas hasil proses. Yang pertama adalah gas akan melewati waste heat boiler, ini bertujuan untuk mengambil panas sehingga menghasilkan uap. Nantinya uap ini akan berada di tangan konsumen. Kemudian gas tersebut akan melewati electrostatic precipitator yang berguna untuk menangkap dust yang terikut ke gas. Kemudian dust ini akan dimasukkan kembali saat smelting furnace. Selanjutnya gas akan di alirkan ke acid plant yang selanjutnya akan diproses menjadi produk yang punya nilai ekonomi yaitu asam sulfat. Sedangkan pada anode furnace, gas pada saat oksidasi akan dikirimkan langsung ke acid plant  untuk dibuat asam sulfat, sedangkan pada proses holding dan reduksi akan dikirim ke concentrate dryer untuk sebagai media mengeringkan konsentrat.
Tahap akhir smelter pada PT Smelting Gresik yang menggunakan metode Mitsubishi process adalah casting. PT Smelting Gresik menggunakan teknologi casting dari inggris yang dinamakan Hazelett Caster. Proses ini berlangsung dalam 2 tahap dimana pertama-tama refined copper akan di tuang secara kontinyu kedalam copper strip oleh sebuah Hazelett Twin Belt Caster. Lalu, continuous copper strip tadi akan dipotong menjadi potongan anoda oleh hydraulic shearing machine. Maka keluarlah hasil smelter PT Smelting Gresik berupa Anoda tembaga. Dan akan dilanjutkan ke proses refining.
Proses akhir dari pengolahan tembaga di PT Smelting adalah proses refinery yang menggunakan ISA Process. Pada proses ini, tembaga hasil dari smelter yaitu berupa anoda akan di elektrorefining dengan proses elektrolisis menggunakan Stainless Steel (SS) Blank sebagai katodanya, sedangkan elektrolitnya adalah CuSO4-H2SO4-H2O. proses ini nantinya diharapkan akan diperoleh katoda tembaga dengan kandungan 99.99% dari anoda yang kandungannya sekitar 99% serta memisahkan logam berhgarga seperti Au Ag dan Pt menjadi Slime. Prinsip prosesnya adalah Anode copper dan SS Blank akan diletakkan di sebuah sel elektrorefining, lalu dialiri arus DC sehingga tembaga pada anoda akan terlarut dan kemudian akan terdeposit ke Katoda. Prosesnya adalah sebagai berikut:
  1. Copper anode akan diletakkan diantara SS Blank yang terceelup didalam larutan elektrolit,
  2. SS Blank akan ditarik setelah 7 hari untuk mengambil sekitar 50 kg katoda x 2 sisi, lalu dibenamkan kembali hingga hari ke 20 dan diambil hingga 100 kg x 2 sisi per SS blank. Dan setelah 20 hari, anoda diganti dengan yang baru, sedangkan scrap anoda tadi akan dikembalikan ke proses smelter. Dan larutan elektrolit akan dibersihkan kembali.
  3. Pelat tembaga yang terdeposit pada SS akan dipisahkan lalu dicuci di CWSM (Cathode Washing and Stripping Machine)
  4. Plat Katoda akan dipacking untuk selanjutnya siap di di distribusi ke konsumen.

Friday, August 23, 2013

Tranformasi fasa

Fasa adalah daerah  materi dari suatu sistem  yang secara fisis  dapat dibedakan dari daerah materi yang lain dalam sistem tersebut;  fasa memiliki struktur atom dan sifat, sifat sendiri yang apabila terjadi  perubahan  temperatur,  komposisi,  atau  peubah  thermodinamik  yang  lain, akan berubah  secara kontinyu (tidak berubah  mendadak). Pada  dasarnya  berbagai  fasa  yang  hadir  dalam  suatu  sistem  dapat  dipisahkan secara mekanis.
Transformasi  fasa adalah proses perubahan struktur atau keadaan dari suatu keadaan awal (fasa pertama) menjadi  struktur yang berbeda (fasa selanjutnya) dengan perubahan karakteristik dan sifat yang berbeda.
Sedangkan  Transformasi fasa padat adalah proses perubahan berbagai fase ke fase padat, bisa dengan system  multi-fasa ataupun system satu fasa.
Transformasi fasa dapaat dilakukan  dengan  memvariasikan  temperatur  , komposisi dan tekanan. Perubahan panas yang terjadi bisa dilihat pada diagram fasa.  Namun  kecepatan  perubahan  temperatur  berpengaruh  terhadap perkembangan  pembentukan  struktur  mikro.
Sebagian besar transformasi bahan padat tidak terjadi terus menerus sebab ada hambatan yang menghalangi jalannya reaksi dan bergantung terhadap waktu. Contoh : umumnya transformasi membentuk minimal satu fase baru yang mempunyai komposisi atau struktur kristal yang berbeda dengan bahan induk (bahan sebelum terjadinya transformasi). Pengaturan susunan atom tejadi karena proses difusi.
Secara stuktur mikro, proses pertama yang terjadi pada transformasi fasa adalah nukleasi yaitu pembentukan partikel sangat kecil atau nuklei dari fase baru. Nuklei ini akhirnya tumbuh membesar membentuk fasa baru. Pertumbuhan fase ini akan selesai jika pertumbuhan tersebut berjalan sampai tercapai fraksi kesetimbangan.
Fraksi transformasi , y di rumuskan:


Laju transformasi , r diambil pada waktu  ½  dari proses berakhir :
t 5,0  = waktu  ½ proses


Laju transformasi , r terhadap jangkauan temperatur dirumuskan :
R = konstanta  gas
T = temperatur mutlak
A = konstanta , tidak tergantun waktu.
Q = Energi aktivasi untuk reaksi tertentu